Web Analytics

Mari Mendefinisikan Gambut dengan Benar!

Gambut atau peat adalah istilah yang sudah familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Wetlands Indonesia menyebutkan “gambut adalah lahan basah dengan lapisan tanah berair yang terdiri dari bahan tanaman mati dan membusuk.” Sementara itu International Peat Society mendefinisikan gambut sebagai jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi. Definisi ini tentu berdasarkan riset dan kajian yang dilakukan oleh masing-masing pihak. Namun demikian, apakah serasah tebal yang menumpuk di halaman belakang, arboretum, atau rawa-rawa di sekitar kita juga bisa disebut gambut ? Tentu kita perlu meninjau Kembali, salah satu tinjaun dapat melalui pengukuran seberapa tebal tumpukan serasah bisa disebut gambut. 

Penetapan atau penamaan gambut (tanah organik) yang secara lugas menyebutkan ketebalan minimal di dalam kriterianya terdapat pada panduan klasifikasi tanah dan perundangan yang berlaku. Panduan klasifikasi tanah yang umum digunakan dalam penamaan gambut antara lain Kunci Taksonomi Tanah yang diterbitkan oleh United States Department of Agriculture (USDA) dan Panduan Klasifikasi Tanah Nasional yang diterbitkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). Sedangkan dalam peraturan perundangan yang pertama kali menyebutkan kedalaman dalam definisi gambut adalah PP No. 57 tahun 2016 tentang perubahan atas PP No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. 

Penamaan menurut Taksonomi Tanah mendefinisikan tanah gambut sebagai ordo Histosols. Histosols adalah tanah dari bahan organik yang jenuh air dengan batas atas 40 cm di bawah permukaan tanah, dan memiliki ketebalan tanah minimal 60 cm untuk kematangan fibrik atau 40 cm untuk kematangan hemik dan saprik. Sementara di dalam Klasifikasi Tanah Nasional gambut didefinisikan sebagai jenis tanah Organosol. Organosol adalah tanah dari bahan organik dengan ketebalan lebih dari 50 cm dan kadar C-organik lebih dari 12%. Kedua klasifikasi tanah ini pada penamaannya sering dipadankan berdasarkan karakteristik dalam hampir serupa. Sebagai contoh tanah gambut dengan kematangan fibrik (mentah) akan dikelaskan sebagai subordo fibrists pada Taksonomi Tanah, dan macam tanah organosol fibrik pada Klasifikasi Tanah Nasional. 

Sementara itu, nomenklatur dalam tubuh PP No. 71 tahun 2014 menyebutkan gambut sebagai material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 cm atau lebih dan terakumulasi pada rawa. Dari peraturan ini kemudian menghasilkan beberapa peraturan turunan yang lain, salah satunya Permen LHK No. P.14 tahun 2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut. Fungsi ekosistem gambut dikategorikan sebagai fungsi budidaya dan fungsi lindung. Fungsi lindung memiliki ketebalan mulai dari tiga meter. Selebihnya tidak ditemukan regulasi lain yang menyebutkan ketebalan gambut untuk definisi lainnya. 

Dari tinjauan di atas, kita sama-sama mengetahui bahwa tumpukan serasah yang kita temui di halaman belakang, arboretum atau rawa-rawa di sekitar kita tidak serta merta bisa disebut gambut. Perlu kita ukur apakah ketebalannya memenuhi kriteria di atas atau tidak. Apabila ketebalannya tidak memenuhi kriteria di atas maka berarti itu bukan gambut, melainkan bahan organik tanah yang menumpuk di atas tanah mineral saja. 

Share
Muhamad Wahyudi

GIS Specialist, Soil Science and Land Resource Management