Merupakan produk dari hasil oksidasi pirit, seringkali dijumpai di permukaan kayu dan bahan yang bergambut yang terselimuti bongkahan liat. Pengamatan lapang ini menunjukkan bahwa oksidasi pirit berlangsung di tempat yang tertentu dan oksidasi ini juga dipercepat oleh adanya peran lain selain dari oksidasi yang terjadi antara pirit mineral dengan udara Gambar 1. Jarosit hasil oksidasi pirit yang berupa ion Fe3+ dan ion sulfat selanjutnya akan mengalami berbagai reaksi dengan senyawa lain di dalam tanah. Ion Fe3+ selanjunya akan mengalami hidolisis membentuk besi oksida/hidroksida (Gambar 16a). Sementara itu ion sulfat bersama-sama kation sperti Ca, Mg dan Na akan tercuci, demikian juga ion Al seperti yang telah dilaporkan pada laporan penelitian tahun lalu. Sebagian sulfat bersama-sama K dan Si akan membentuk mineral jarosit (Gambar 1). Mineral jarosit [KF3(SO4)2(OH)6]/Natrojarosite [NaF3(SO4)2(OH)6] berwarna kuning pucat yang bisanya terpresipitasi pada tempat-tempat yang lebih oksidatif seperti pori-pori (Gambar 1) atau permukaan ped menurut Dent (1982).


Gambar 1. Besi Oksida pada Saluran Drainase
Sedikit kita ulas morfologi mineral Jarosit itu terjadi dan ditanah yang bagaimana jarosit berapa ?
Mineral jarosit umunnya berapa di tanah sulfat masam mempunyai kedalaman 50 cm, pH dibawah 4 yang secara langsung disebabkan oleh asam sulfat yang terbentuk dari oksidasi pirit. Tanah sulfat masam mempunyai drainase yang buruk yang banyak mengandung pirit dengan reaksi netral atau sedikit asam. Tanah tersebut menjadi sangat masam jika pirit teroksidasi (Van Breeman, 1976). Jutaan hektar tanah sulfat masam terdapat di daerah pantai atau daerah muara sungai. Oksidasi pirit akibat dari drainasi menhasilkan besi (II), hidrogen, dan Ion sulfat. Selanjutnya besi (II) dioksidasi menjadi besi (III) pada jarosit sulfat dan mineral liat. Sebagian besar sulfat tinggal pada larutan dan dapat hilang karena pencucian bersama Mg, Ca, dan Na yang berasal dari pelapukan mineral yang tinggal dari sulfat adalah endapan jarosit dan aluminum sulfat yang sebagian diabsorbsi pada pH rendah. Beberapa bahan yang biasa ditemui pada tanah sulfat masam adalah jarosit. Jarosit berwarna kuning pucat 2.5-5Y 8/3-8/6 dan mempunyai rumus kimia KF3 (SO4)2 (OH)6. biasanya jarosit mengisi lubang-lubang pada tanah sebagai bercak tanah. Natrium dan hidrogen dapat menggantikan kalium, dan aluminium untuk besi, tetapi pada umumnya jaronit mengandung kalium.


Gambar 2. Mineral jarosit hasil temuan lapangan
Permasalahan tanah sulfat masam
Tanah sulfat masam merupakan tanah yang bermasalah (Dost dan Van Breemen, 1982; Dent, 1986). Tanah ini mengandung pirit (FeS2) yang jika terbuka dan bereaksi dengan oksigen akan membentuk asam sulfat yang menyebabkan kemasaman sangat tinggi. Problem utama tanah yang berpotensi sulfat masam adalah genangan air yang menyebabkan permukaan tanah tidak matang. Proses itu menyebabkan tanah ber pH kurang dari 3. penurunan pH tersebut mengakibatkan permasalahan kimia, biologi dan fisika seperti: keracunan aluminum dan besi. Penurunan ketersediaan fosfat, defisiensi unsur hara, pematangan tanah, terganggunya pertumbuhan akar, dan korosi logam dan struktur kongkret (Dent,1986). Dalam kondisi yang demikian, berbagai jenis tanaman hanya dapat tumbuh terbatas dengan hasil rendah.
Usaha perbaikan dengan mencotoh kearifan petani banjar dalam pengelolaan lahan
Pengaturan air dalam penanaman padi cara tradisional orang Banjar meliputi 3 proses yaitu:
- mengeringkan sawah yang akan ditanami selama fase generatif tanaman padi
- membilas air yang ada dalam bidang tanah yang akan ditanami pada awal musim hujan;
- menjaga sawah dalam keadaan tergenang setelah penanaman bibit lacakan dipetakan sampai berakhirnya fase vegetatif tanaman padi.
Penulis mengemukakan sebuah hipotesis interpretasi bahwa proses-proses kimia yang terjadi mempunyai peran penting pada setiap fase dalam praktik pengaturan tinggi muka air hal itu sejalan dengan dengan pengaturan air yang baik dan drainase yang tepat dapat mengurangi oksidasi pirit dan mencuci produk oksidasi (Dent dan Van Breemea, 1982).