IDXCarbon Diluncurkan, Komitmen Indonesia Atasi Perubahan Iklim

Ditulis oleh: Bergas Cahyo Baskoro

Perdagangan Karbon Internasional resmi diluncurkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) pada 20 Januari 2025. Pada peluncuran ini, tercatat 5 proyek, 19 transaksi, dan 14 pembeli dengan total volume transaksi sebesar 41.822 ton setara CO₂ (tCO₂e).

Lima proyek yang sudah diotorisasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup meliputi: Pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi (PLTGU) Priok Blok 4, Konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle PLTGU Grati Blok 2, Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul, Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi Baru (PLTGU) PJB Muara Karang Blok 3, dan konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle Blok 2 PLN NP UP Muara Tawar.

Produk IDXCarbon terbagi menjadi dua, yakni Authorized Indonesian Tech Based Solution (IDTBSA) dan Authorized Indonesian Tech Based Solution Renewable Energy (IDTBSA-RE) yang bisa dibeli oleh investor lokal dan asing dengan harga karbon dibanderol di level Rp. 96.000,-/ton untuk unit IDTBSA dan Rp. 144.000,-/ton untuk unit IDTBSA-RE.

Bagaimana cara membeli produk saham atas karbon di IDXCarbon?

Pembelian karbon di IDXCarbon dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, pembeli harus mendaftar sebagai anggota pengguna jasa. Kedua, pembeli dapat membeli dari pengguna jasa yang telah terdaftar di IDXCarbon. Beberapa investor asing memilih cara kedua sebagai strategi untuk mengatasi jadwal perilisan yang singkat, sehingga mereka tetap dapat mendukung upaya penurunan emisi di Indonesia.

Peluncuran IDXCarbon ini dilakukan dalam rangka pencapaian Net Zero Emission (NZE) 2060 sebagai kontribusi sektor energi Indonesia kepada dunia terutama menyangkut komitmen Indonesia dalam menghadapi dan mengatasi perubahan iklim. Saat ini, unit karbon yang diperdagangkan di IDX Carbon hanya mencakup offset dari sektor energi, namun sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (Forest and Other Land Use / FOLU) memiliki potensi pasokan yang lebih besar.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa sertifikat Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) yang telah dipasarkan mencapai 1,78 juta tCO₂e, sementara total SRN-PPI yang telah diterbitkan sekitar 5 juta tCO₂e.

Sepanjang 26 September 2023 hingga 17 Januari 2025, volume Perdagangan IDXCarbon mencapai 1,131 juta tCO₂e dengan nilai Perdagangan sebesar Rp. 58,868 miliar. Saat ini, terdapat enam proyek terdaftar dengan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) dan 104 pengguna jasa.

Persiapan FOLU Masuk dalam Bursa Karbon

Pedagangan Karbon Indonesia saat ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yang bertujuan mencapai target kontribusi nasional dan Pengendalian Emisi GRK dalam Pembangunan Nasional. Selain sektor Energi Terbarukan atau Renewable Energy yang lebih dahulu dirilis di pasar bursa karbon, sektor kehutanan dan penggunaan lahan atau forestry and other land uses (FOLU) sedang dipersiapkan mekanismenya untuk masuk dalam Perdagangan Karbon Internasional melalui IDXCarbon.

Pendekatan FOLU Net Sink 2030 adalah kondisi yang ingin dicapai secara nasional melalui penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan dengan kondisi di mana tingkat serapan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi. Saat ini, Indonesia menargetkan FOLU Net Sink 2030 dengan proyeksi net sink sebesar 140 juta ton CO2e.

Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni menyampaikan bahwa Kementerian Kehutanan saat ini tengah Menyusun skema yang diharapkan dapat memicu minat pasar karbon. Berbagai mekanisme tengah dipersiapkan, salah satunya dengan konsultasi dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kehadiran produk karbon dari sektor FOLU tidak hanya berkontribusi pada pengurangan emisi, tetapi juga berdampak pada keanekaragaman hayati, lingkungan, dan aspek sosial. Indonesia memiliki peluang besar dalam bursa karbon sektor FOLU, mengingat luasnya hutan dan tingginya keanekaragaman hayati yang dimiliki, suatu keunggulan yang tidak dimiliki banyak negara lain.

Bhumi Pasa Hijau (BPH) turut berkontribusi dalam pencapaian FOLU Net Sink 2030 melalui berbagai proyek strategis. Salah satu proyek utama yang dijalankan adalah Penyusunan Rencana Strategis Program Carbon Offset Berbasis Livelihood di Kalimantan Timur, yang bertujuan mengintegrasikan pengurangan emisi karbon dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Selain itu, BPH juga terlibat dalam proyek Social and Biodiversity Impact Assessment Carbon di Kalimantan Barat untuk memastikan bahwa program karbon yang dijalankan tidak hanya menekan emisi, tetapi juga mendukung keberlanjutan sosial dan keanekaragaman hayati. Di Papua, BPH melakukan Feasibility Assessment and Report, yang mengevaluasi potensi proyek karbon dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan serta manfaat ekonomi bagi komunitas lokal. Dengan peran aktif ini, BPH memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan karbon global sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.