Agroforestri: Pemanfaatan Lahan Berkelanjutan Melalui Integrasi Pertanian dan Kehutanan

Fenomena alih fungsi lahan hutan telah menyebabkan berbagai kerugian, baik secara ekonomis, ekologis, maupun sosial. Proses alih fungsi lahan nyatanya merupakan konsekuensi dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi yang sedang berkembang. Trend menonjol dalam alih fungsi lahan adalah adanya proses deforestasi. Deforestasi merupakan istilah yang menggambarkan hilangnya tutupan hutan menjadi tutupan lain. Di Pulau Jawa, pulau dengan tingkat urbanisasi tertinggi, lahan hutan banyak dikonversi menjadi lahan pertanian dan permukiman. Berbeda dengan di Pulau Jawa, deforestasi di luar Pulau Jawa banyak dilakukan oleh konsesi-konsesi HPH, sehingga pihak-pihak swasta dan pemerintah menjadi pelaku utama yang mendominasi. Proses alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan tidak diiringi dengan solusi yang komprehensif menimbulkan dampak buruk yang sangat besar. Dampak yang seringkali kita lihat di media massa adalah fenomena erosi, banjir, dan kekeringan. Nyatanya, dampak yang dihasilkan lebih mengakar, seperti menurunnya unsur hara di dalam tanah, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga dampak pada iklim global. Masalah-masalah tersebut akan semakin memburuk seiring dengan bertambahnya luas hutan yang dialihfungsikan. Maka dari itu, agroforestri muncul sebagai alternatif pengelolaan lahan yang diharapkan dapat meminimalisasi dampak negatif permasalahan tersebut.

Praktik Agroforestri di Kabupaten Sintang

Agroforestri merupakan praktik yang telah lama dilakukan di Indonesia. Agroforestri menjadi model penanaman yang melibatkan integrasi antara tanaman pokok semusim dengan berbagai jenis tanaman kayu. Agroforestri merupakan sistem multifungsi lanskap yang berperan sebagai sumber pendapatan petani, mepertahankan keindahan lanskap, melindungi tanah dan air, menjaga keanekaragaman hayati, serta mengendalikan emisi karbon dalam pencegahan perubahan iklim global. Hal yang perlu digarisbawahi adalah petani atau masyarakat merupakan elemen pokok dalam praktik ini. Agroforestri dianggap mampu mengatasi permasalahan ekonomi dan sosial masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Dengan demikian, agroforestri tidak terbatas sebagai alternatif pada permasalahan teknik dan biofisik saja, tetapi juga masalah sosial, ekonomi, dan budaya yang dinamis dan berubah dari waktu ke waktu.

Dalam praktiknya, agroforestri menjadi salah satu kompromi dalam penyelesaian konflik di banyak lahan hutan negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, rehabilitasi berupa reboisasi melalui agroforestri dapat dilakukan pada lahan kritis yang terbuka, semak belukar, kebun, kebun campuran, pertanian lahan kering, dan wilayah yang terdapat aktivitas pertanian masyarakat. Selain di kawasan hutan produksi, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, agroforestri dapat menjadi salah satu kegiatan usaha pemanfaatan hutan lidung. Dalam konteks sosial dan ekonomi, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan sangat menggantungkan hidupnya pada alam. Oleh karena itu, terdapat kebijakan pemanfaatan lahan melalui skema kerjasama yang memberi ruang kepada masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku utama, yaitu Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

Salah satu contoh praktik pemanfaatan lahan agroforestri yang menggunakan skema PHBM terdapat di Desa Tugu Utara, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebagian wilayah Desa Tugu Utara berbatasan langsung dengan kawasan hutan produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berupa resin dan kopal yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Bogor. Kawasan tersebut selanjutnya disebut sebagai wilayah Hutan Pangkuan Desa yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Puncak Lestari. Sistem agroforestri yang diterapkan pada wilayah tersebut adalah penanaman kopi arabika dan robusta yang berada di bawah tegakan pinus dan damar seluas 66 ha. Selain kopi, kawasan tersebut juga ditanami beberapa tanaman sela lainnya, seperti alpukat, sukun, dan nangka. Selain itu, terdapat penanaman rumput gajah yang dilakukan pada lahan-lahan kosong seluas 11 ha. Rumput gajah ini dimanfaatkan sebagai kebutuhan pakan ternak kambing yang banyak dikelola oleh masyarakat Desa Tugu Utara. Skema PHBM yang dilakukan di Desa Tugu Utara melibatkan LMDH Puncak Lestari, investor, pemerintah Desa Tugu Utara, serta Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Setiap pihak yang terlibat memiliki kontribusi yang berbeda-beda. Contohnya, penyediaan bibit tanaman kopi Robusta dan Arabika dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bentuk kerjasama antara KPH Bogor dengan LMDH Puncak Lestari adalah sistem bagi hasil (profit sharing). Besarnya jumlah bagi hasil yang diterima setiap pihak didasarkan atas besarnya kontribusi yang disumbangkan.

Hasil panen lada dari praktik agroforestri di Kabupaten Sintang

Selain di Pulau Jawa, sistem agroforestri juga sangat banyak ditemukan ketika kita menyebrang ke tanah Borneo. Di Kalimantan Barat, seperti di Kabupaten Sintang dan di Kabupaten Kapuas Hulu, jenis tanaman pokok yang umum ditanam ialah petai, jengkol, karet, durian, kopi, dan pohon buah lainnya. Praktik agroforestri telah diterapkan di Desa Sungai Uluk Palin, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, dalam rangka mendukung penyerapan emisi karbon sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat desa. Pada tahun 2019, kegiatan agroforestri dilakukan pada lahan seluas 143 ha dengan membentuk 8 Kelompok Tani Hutan (KTH). Jenis tanaman pokok atau kayu keras yang ditanam adalah petai, jengkol, gaharu, mangga, rambutan, dan durian. Sedangkan tanaman sela yang ditanam ialah buah-buahan, sayuran, tanaman obat, dan tanaman pangan. Meskipun beberapa KTH sempat mengalami gagal panen karena adanya serangan hama beruk dan monyet hutan, pertumbuhan tanaman sela maupun tanaman pokok meunjukkan hasil yang baik karena diiringi pengelolaan yang intensif. Pada tahun 2021, tanaman sela telah melalui beberapa kali panen, sedangkan tanaman kayu tumbuh secara optimal. Hasil tanaman musiman antara lain kacang panjang, jagung, timun, terong ungu, lada, dan sawi tanah.