Mengapa SIA wajib dilakukan bagi perusahaan?

Social Impact Assesment atau biasa disingkat dengan SIA telah menjadi salah satu tahapan yang bersifat wajib dalam penyusunan dokumen perencanaan tanah atau pengembangan suatu proyek. Hal tersebut didukung dengan peraturan menteri lingkungan hidup no. 5 tahun 2012 yang menjelaskan persyaratan untuk melakukan penyaringan (screening) dan juga penilaian dampak lingkungan dan sosial (ESIA) berupa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan) untuk usaha pengelolaan dan pemantauan lingkungan, SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan). Hal ini diatur pula oleh World Bank atau Bank Dunia ESS1 Penilaian dan Pengelolaan Risiko dan Dampak Lingkungan dan Sosial.

Perusahaan yang memiliki itikad baik, tidak hanya menguntungkan sendiri saja namun mementingkan kehidupan masyarakat sekitar yang akan terkena dampak akibat adanya pembangunan tersebut. Social Impact Assessment atau SIA menjadi tahapan wajib dalam penyusunan dokumen perusahaan, karena dengan dilakukannya analisis dampak yang kemungkinan akan terjadi dapat meminimalisir risiko. Perusahaan dapat mengidentifikasi tindakan terlebih dahulu sebelum melanjutkan pembangunan.

Hal ini didukung dengan World Bank Standards yang menyatakan Enviromental and Social Impact Assessment (ESIA) adalah alat utama untuk mengidentifikasi dan menilai risiko dan manfaat pada tahap perencanaan investasi dan untuk membangun langkah-langkah mitigasi risiko ke dalam desain dan implementasi. Undang-undang no. 2 tahun 2022 terkait cipta kerja terdapat pasal yang mengatur penerapan perizinan berusaha berbasis risiko. Oleh karna itu, penggunaan SIA sebagai instrumen guna dapat menentukan tujuan pengelolaan sosial yang ingin dicapai. SIA dilakukan bagi perusahaan untuk memperkirakan atau mengukur dampak sosial, mengantisipasi resiko, mengembangkan dampak positif, sustainability dan equitability.

Proses Social Impact Assessment (Wolf, 1983):  

Faktanya dilapang, banyak perusahaan nasional yang masih mengabaikan tahap ini. Rata-rata perusahaan yang mengikuti tahap ini merupakan perusahaan asing dan perusahaan yang ingin melebarkan target sasarannya hingga luar negeri terutama pada produk kelapa sawit dan perkayuan. Karena pada produk tersebut, SIA menjadi tahapan wajib dalam RSPO dan FSC. Hal tersebut terjadi karena sesuai undang-undang cipta kerja bab III pasal 7 tahun 2022 bahwa terdapat 3 peringkat risiko skala usaha dalam kegiatan usaha yaitu rendah, menengah, dan tinggi. Oleh karena itu, seharusnya tahapan SIA ini menjadi aspek yang wajib untuk segala peringkat risiko skala usaha. Dengan lebih mempertimbangkan kondisi sosial yang ada di masyarakat, akan menjadi nilai lebih bagi perusahaan dalam melakukan proyeknya seperti mendapatkan kemudahan dalam beroperasi karena masyarakat sekitar sudah percaya pada perusahaan tersebut.

 

Sumber:

Wolf CP. 1983. Social Impact Assessment: The State of The Art. 391-401. Dapat diunduh dari: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-94-009-6795-3_21

[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan. 2021. Environmental and Social Management Framework (ESMF). Dapat diunduh dari: https://www.menlhk.go.id/site/single_post/4407/environmental-and-social-management-framework-esmf-english-version

[PP] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2022. Cipta Kerja. Dapat diunduh dari: https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/234926/perpu-no-2-tahun-2022

World Bank. 2018. ESS1 Assessment and Management of Enviromentak and Social Risks and Impacts. Dapat diunduh dari:

https://www.worldbank.org/en/projects-operations/environmental-and-social-framework/brief/environmental-and-social-standards

World Bank. 2018. Responsible Agriculture Investment (RAI): Knowledge into Action Notes. Dapat diunduh dari: https://www.worldbank.org/en/topic/agriculture/publication/responsible-agricultural-investment