Dalam perjalanan saya sebagai anggota tim kajian Social and Biodiversity Impact Assessment (SBIA) untuk sebuah perusahaan di Kabupaten Ketapang, nama salah satu desa dalam daftar kajian langsung mencuri perhatian saya: Desa Tempurukan. Nama ini terdengar begitu unik, memancing rasa penasaran. Apa arti dari nama ini? Adakah cerita menarik di baliknya? Sayangnya, informasi mengenai asal-usul nama desa Tempurukan tidak tersedia di dunia maya. Dengan semangat memenuhi rasa penasaran, saya pun menjadikannya misi khusus saat bertugas.
Kesempatan akhirnya tiba ketika desa ini menjadi lokasi kajian. Begitu saya menginjakkan kaki di Tempurukan, pertanyaan pertama saya kepada tokoh masyarakat setempat adalah, “Apa arti atau asal-usul nama desa ini ya pak?” Jawaban yang saya terima dari Pak Erham Zainal, Kepala BPD Desa Tempurukan, membuka tirai sejarah yang jarang diketahui orang di luar desa Tempurukan.
Desa Tempurukan, yang resmi berdiri pada tahun 1956, ternyata menyimpan jejak sejarah yang erat kaitannya dengan masa penjajahan Belanda. Menurut cerita yang diwariskan secara turun-temurun, nama ini berasal dari pengalaman pahit pasukan Belanda ketika melakukan survei ke Gunung Tunggal—sebuah bukit yang terletak di timur desa. Gunung Tunggal sendiri menjadi perhatian penjajah karena mereka mencari Raja Panembahan Muhammad Saunan, seorang pemimpin yang menjadi simbol perlawanan rakyat setempat.
Namun, rencana itu tidak berjalan mulus. Medan sekitar Gunung Tunggal sangat sulit dilalui karena dipenuhi rawa dan tanah gambut yang membuat pasukan Belanda sering kali terperosok ke dalam lumpur saat melintasi wilayah tersebut. Dalam bahasa lokal, kondisi seperti itu dikenal dengan istilah “tempurukan,” yang berarti “terperosok.” Akhirnya, daerah tersebut mulai disebut dengan nama Tempurukan—sebuah nama yang tidak hanya menggambarkan medan geografisnya tetapi juga memuat sekelumit cerita perjuangan rakyatnya.
Kisah di balik nama Tempurukan memberikan kita gambaran bagaimana sejarah lokal mampu bertahan dan menjadi identitas sebuah komunitas. Nama ini bukan hanya label geografis, melainkan juga pengingat akan masa lalu yang penuh perjuangan dan tantangan. Meski sederhana, nama ini menyimpan kekayaan makna dan nilai sejarah.
Sebagai penulis, saya tak hanya terinspirasi oleh cerita nama ini, tetapi juga tergoda untuk mengeksplorasi sejarah penggunaan lahan di desa Tempurukan. Namun, cerita itu akan saya bagikan di lain waktu. Ada begitu banyak yang bisa kita pelajari dari jejak-jejak perubahan dan adaptasi masyarakat desa ini terhadap pemanfaatan sumber daya di sekitar mereka.